aku jatuh
di kerling matamu
yang coklat dan teduh
tanpa sadar, rona memerah, tersirat di pipi yang tersipu
kau ulurkan tangan
dadaku letup karena harapan
adakah kau sang pria tampan
yang berkendara turangga, mewujud nyata, bukan lagi impian
namun hujan luruh
gumpalan mendung menjadi partitur gemuruh
menghentak, menghela, mengancam menghujam, bagai tanya pada tertuduh
bukan, bukan dia kepada siapa dada letup itu melabuh
melajulah ke negeri impian
angkat sauhmu dan biarkan layar terkembang
lalu, kini, nanti, yang terharap dalam angan
kenang, simpan rapat-rapat dalam kenang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar