ini cerita kerinduan
tentang matahari yang terbakar perlahan
terbenam, menuju peraduan
saat kereta bergerak dalam ritme yang sama, tak terlalu kencang, jua perlahan
bersandar di bordes, ujung rangkaian
lantas ini pun tentang kisah yangsama
rindu akan sebuah senyum seorang wanita paruh baya
langkahnya terburu, menyambut di sebuah perempatan, bukan jalan raya
hanya sebuah gang di pinggir sungai yang kadang semu hijau, kadang coklat warnanya
dan kisah kerinduan yang menyisakan haru
pada kenang, penyesalan, keinginan dan waktu-laku yang terlewat di masa lalu
mencium tangannya yang keriput sekilas, bersanding berjalan, menyisir setapak, mengabu, berdebu
menghempaskan lelah dan mengkaitnya di pagar bambu
di depan rumah mungil yang di dalamnya selalu tersedia, hangat, tawa, pilu juga kelu
namun terkadang rindu, baiknya dibentang, jadikan untaian
entah di buku-buku jari di tiap kepalan tangan
atau bulir-bulir dari jali-jali hingga bola-bola plastik warna-warni berkilauan
33 jumlahnya atau ganjil di bulir ke sembilan puluh sembilan
Ya Rahim, Ya Rahim, Ya Rahim
lamat-lamat bibir ini, mengucap penuh takjim
Ya Rahman, Ya Rahman, Ya Rahman
berikan kedamaian dalam hati penuh kerinduan
pada senyuman, wanita paruh baya yang telah kau panggil pulang ke haribaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar