aku jatuh
di kerling matamu
yang coklat dan teduh
tanpa sadar, rona memerah, tersirat di pipi yang tersipu
kau ulurkan tangan
dadaku letup karena harapan
adakah kau sang pria tampan
yang berkendara turangga, mewujud nyata, bukan lagi impian
namun hujan luruh
gumpalan mendung menjadi partitur gemuruh
menghentak, menghela, mengancam menghujam, bagai tanya pada tertuduh
bukan, bukan dia kepada siapa dada letup itu melabuh
melajulah ke negeri impian
angkat sauhmu dan biarkan layar terkembang
lalu, kini, nanti, yang terharap dalam angan
kenang, simpan rapat-rapat dalam kenang
Senin, 26 September 2011
Senin, 12 September 2011
kembali, semoga fitri
tentang waktu
yang kita buru dan terburu
dari sudut ke sudut, merah, legam, membiru
di antara desah, hela, peluh, kadang terkecap kelu
tak hendakkah henti
sejenak,tenangkan diri
korek, sikat, mandikan hati
agar bersih, putih, moga kembali suci
dan kerlip bintang pendar
iring bulan muda, merayap, pancarkan sinar
moga kelam tak halangi terang, untuk tersadar
laku cela, nista, kalah dan salah, tergelar
tangkupkan telapak, untuk pintu maaf, duli tuan, terbuka lebar
yang kita buru dan terburu
dari sudut ke sudut, merah, legam, membiru
di antara desah, hela, peluh, kadang terkecap kelu
tak hendakkah henti
sejenak,tenangkan diri
korek, sikat, mandikan hati
agar bersih, putih, moga kembali suci
dan kerlip bintang pendar
iring bulan muda, merayap, pancarkan sinar
moga kelam tak halangi terang, untuk tersadar
laku cela, nista, kalah dan salah, tergelar
tangkupkan telapak, untuk pintu maaf, duli tuan, terbuka lebar
Langganan:
Postingan (Atom)